Tuesday, 24 January 2012

APA ITU RAHAN/ رهن

PENDAHULUAN 
Rahan secara etimologi(bahasa) bermakna tetap, penahanan dan makna lain yang mendekati dengan ini. Kata rahan juga terdapat dalam hadits, seperti نفس المؤمن مرهونة بدينه حتى يقضى عنه dalam hadist ini rahan bermakna ditahan, yaitu ditahan jiwa orang seorang mukmin untuk bertempat pada tempat(maqam) yang mulia. Lebih lanjutnya hadits tersebut menjelaskan bahwa jiwa orang mukmin akan ditahan daripada menduduki tempat mulia(maqam al-karim) karena tidak melunasi hutang kecuali para nabi, orang miskin yang ada keinginan(azam) untuk melunasinya namun sebelum melunasinya Allah mencabut nyawanya dan ……Pemakaian lafazd rahan menurut syara' dapat digunakan kepada barang yang dirahankan(ain marhunah). Penggunaan kata rahan seperti itu sebagaimana pendapat Al-Baidhawi terdapat pada ayat فرهان مقبوضة, dimana dalam ayat ini rahan bermakna ain marhunah. Sedangkan pendapat Al-Qadhi yang menyatakan bahwa Rahan dalam ayat ini adalah kalimat masdar yang bermakna ارهنوا واقبضوا (gadaikan dan terimakan) adalah penafsiran yag jauh dari makna yang diharapkan karena memerlukan kepada pemalingan makna (pentakwilan). Kemudian lafazd rahan juga dapat digunakan dalam arti yang lain, yaitu akad, sehingga rahan dapat didefenisikan sebagai suatu akad yang menjadikan suatu harta(ain maliah) sebagai jaminan terhadap hutang ketika tidak dilunasi. Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa jaminan('ain marhun) tersebut tidak mesti sama banyaknya dengan nilai hutang, kecuali bila yang membuat rahan tersebut adalah wali dengan menggunakan harta milik mahjur(orang yang ditahan penggunaan hartanya, karena kasus hukum). Rasulullah pernah melakukan akad rahan dengan orang Yahudi yang bernama Abu Syaham dengan memberikan baju besi sebagai jaminan(rahan) untuk mendapatkan tiga puluh sa' sya'ir(gandum) untuk konsumsi keluarganya. Menurut pendapat kuat dari Al-Mawardi dan imam imam mazhab lainnya bahwa Rasulullah sebelum wafat sudah melunasi hutang tersebut. Sedangkan baju besi tersebut tidak diambil dari orang Yahudi kecuali setelah Rasulullah wafat dan ini tidak mengindikasikan bahwa rasulullah masih berhubungan rahan dengan Yahudi itu, karena kemungkinan Rasulullah tidak mengambilnya dengan segera setelah melunasi hutangnya. Dan tidak tepat pendapat yang mengatakan bahwa Yahudi telah mengibra' hutang tersebut, karena hutang dapat dikatagorikan juga sebagai sadakah, dimana sadakah telah diharamkan bagi Rasulullah untuk menerimanya. Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa Rasulullah bila berhutang kepada shahabat selalu di ibra' adalah pendapat yang keliru. Alasan Rasulullah dalam melakukan akad rahan dan hutang ketika itu tidak memilih shahabat, tetapi memilih orang Yahudi karena untuk menyatakan bahwa melakukan aktivitas(mu'amalah) dengan ahli kitab dan makan harta mereka adalah hal yang dilegalkan dalam Islam atau karena shahabat tidak pernah meminta kepada Rasulullah jaminan ketika memberikan sesuatu kepada Rasulullah, atau tidak tertutup kemungkinan juga terdapat alasan lain kenapa Rasulullah melakukan akad rahan dan hutang itu dengan orang Yahudi.
 
RUKUN RAHAN
Rukun rahan pada dasarnya sama dengan rukun jual-beli. Oleh karena itu, dalam rahan juga terjadi perbedaan pendapat ulama tentang sistem mu'aathah dan permintaan simurtahin kepada rahin agar me-rahan-kannya. Adapun rukun rahan adalah sebagai berikut: Ijab (إيجاب), Kabul(قبول), Rahin (راهن), Murtahin (مرتهن), Marhun (مرهون), Marhun bih(مرهون به). IJAB DAN KABUL Ijab dan kabul dalam rahan merupakan rukun yang tidak bisa dipisahkan dari keabsahan rahan. Pensyaratan yang dapat merugikan murtahin dan menguntungkan rahin seperti marhun tidak boleh dijual ketika sudah sampai temponya dapat membatalkan rahan. Adapun pensyaratan yang dapat menguntungkan murtahin dan merugikan rahin, namun karena memang tuntutan rahan, seperti terdahulu murtahin dengan marhun ketika mendesaknya orang yang hendak berhutang atau yang disyaratkan itu adalah maslahah terhadap akad rahan tersebut seperti mesti adanya saksi. Begitu juga syarat yang tidak mempunyai maksud dalam rahan seperti marhun itu tidak boleh dimakan kecuali ketika waktu yang ditentukan, maka akad rahan seperti kejadian tersebut tetap sah, sedangkan syarat tersebut tidak berlaku.(Sambungannya akan nyusul Insya Allah)

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Affiliate Network Reviews