 |
Model peserta yang hadir sempat disinggung oleh pembedah |
 |
Peserta dari berbagai kalangan hadir |
 |
Ini bukunya |
 |
Yusran Hadi Sedang membantah dengan bahasa kebanggaannya
"saya sudah lama minum air zamzam" |
 |
Affan Ramli Sedang Memberikan Tanggapan di Akhir Acara bedah buku "merajam dalil syariat" November 2010 |
Salam ta'aruf bagi you you yang baru bergabung dengan blog me ini,...maklumlah me kan baru coba-coba buat blog.....jadi klw ada yang tidak menyenangkan, ya maklumin aja...hehehe...oya! kali ini me mau share cerita ketika me ikut acara bedah buku salah seorang yang tidak asing lagi di Aceh saat ini, beliau seorang aktivis dan saat ini masih aktif sebagai student postgraduate Education Filosofi di International Islamic University Malaysia, jadi beliau menulis sebuah buku tentang penerapan syariat Islam di Aceh dengan judul "Merajam Dalil Syariat". Ketika itu I masih sering bolak balek ke Kuta Radja, nah! pada suatu hari pas kebetulan ketika I surfing internet diwarung kopi kesayangan I yaitu di Bandar Kupi, datang empunya warung menyampaikan bahwa "beberapa malam lagi akan ada bedah buku lho" datang ya!....jawab I "bedah buku siapa?" orang tu menjawab "buku Affan Ramli tentang syariat Islam"....terus ketika itu I pingin betul untuk mengikutinya, karena ketika itu memang lagi hotnya issu syariat Islam.....Malam itu juga saya diberikan buku oleh empunya warung yang baik itu,,,penasaran ya, siapa namanya? hehehhe,,,,,santai aja....namanya Mukhlisuddin Ilyas...hehhehe....Terus langsung aja pada acara malam tu agar tak bosan baca ceritaku ini,,,,hehhehe...ada yang paling menarik, ternyata yang bedah buku itu diambil dari latar belakang yang berbeda, pertama namanya Andi Mahdi alumni Iran, sedangkan satu lagi lulusan Madinah.....mau tau ya....hehhehe.....bentar! sabar donk.....beliau juga tidak asing lagi di media Harian serambi di Aceh,.....Langsung aja ah!....siapa dia..."bek le that cang panah".....!!!!!!! hehe....namanya adalah Yusran Hadi,...beliau saat ini masih mengambil doktor(S3) di kampus International Islamic University Malaysia juga,,,,sama dengan pengarang buku tadi.........terus gimana kisah selanjutnya, ....? heheh...capeck deck....dengar aja rekamannya agar lebih mantap yang saya rekam dg MP4 dari jarak jauh, tapi mesti download dulu di link ini:
http://www.4shared.com/folder/wD31uOcd/_online.html .....opps!!!...jangan lupa komentarnya ya...hehehe...watuh! bentar saya lupa lagi ne...ternyata sama saya masih ada sedikit catatan atau masukan dari pesrta ketika itu....ne dia....
Menurut saya, penulis juga sangat
sepakat bahwa di Aceh bisa berjalan Syariat Islam secara kaffah, tapi penulis
keberatan pada teknis pelaksanaan dan penafsiran syariat Islam itu sendiri.
Jadi, menurut saya penulis harus memuat beberapa aithem dalam buku ini, yaitu :
1. Pengertian dan bentuk syariat Islam yang sesuai diterapkan di Aceh saat ini.
2. Teknis pelaksanaanya(sebaiknya ada qanun tandingan) yang diajukan kepada
DPRA. Ini sangat penting untuk dimasukkan dalam pembahasan buku ini biar lebih
sempurna.
Hal. 58, kalau kita lihat
dari kaca mata manthiq, memang qanun syariat tidak sesuai dengan qur'an dan
hadist, tpi perlu didalami…bagaimana dengan subtansi qanun tersebut apakah
sesuai dengan apa yang diharapkan oleh Islam.?
ما لا
يتم الواجب إلا به فهو الواجب
Hal. 61, syrat-syarat
kolektif…..pemberlakuan hukum potong tangan bagi pencuri ketika kemiskinan dan
kesenjangan social masih akut diderita masyarakat setempat.
Jadi apakah pemberlakuan hukum islam itu
mesti sejahtera dulu rakyatnya…saya piker tidak sedemikian. Kapan kita tunggu
terpenuhinya syarat2 kolektif tersebut….tapi perbaiki sedikit demi sedikit.
Hal 67, apapun bentuk dan
isi konvensi-konvensi dan kovenan-kovenan HAM, bila bertentangan dengan Islam
tetap salah dan tidak bisa dijadikan sebagai barometer terhadap penerapan
syariat Islam di Aceh.
Siapapun yang membuat qanun
tersebut tetap sangat dibutuhkan untuk menerapkan hukum Tuhan, selama sesuai
dengan nilai-nilai Islam.
Pengesahan qanun syariat
sangat perlu, walaupun dalam penerapannya butuh kepada sosialisasi terlebih
dahulu dan penyadaran masyarakat.
Penulis tidak menyebutkan
kerangka berfikirnya (skriptualisme, emperisme, ) dalam memberikan solusi dsn
keberpihakannya dalam penerapan syariat Islam di Aceh.
“Jangan krn tidak mampu
melakukan yang besar, sehingga yang kecil atau yang mudahpun tidak dilakukan”.
Email This
BlogThis!
Share to Facebook
2 comments:
bagus kritikannya terhadap bukunya, apa gunanya sebuah buku yang mengkritisi sesuatu hal tapi ujung2nya tidak menawarkan solusi yang konkrit yang bisa menjadi tandingan... Cuma bisa mengkritisi tanpa menawarkan solusi yang jelas dan applicable :)
"Model peserta yang hadir sempat disinggung oleh pembedah", apa yang dikritik?
tempat duduk bercampur antara lelaki dengan perempuan....
Post a Comment